Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau
memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.[1] Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya
dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli,
pengrajin, atau praktisi.[2] Dalam hubungan ini sang ahli
diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.[2]
Kebanyakan
orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat
atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke
depan, daya persuasi, dan intensitas.[3] Dan memang, apabila kita berpikir
tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill,
Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa
sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan
untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kepemimpinan Yang Efektif
Barangkali
pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan
munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan.[4] Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa
yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa
yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas
pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa
dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam
diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya).[4] Terdapat lebih dari 3000 buku yang
judulnya mengandung kata pemimipin (leader).[4] Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku.[4] Guru manajeman terkenal, Peter
Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari
kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi,
mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.[4]
Kepemimpinan Karismatik
Max Weber,
seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik.[5] Lebih dari seabad yang lalu, ia
mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti
"anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang
membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai
kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak
daya-daya istimewa.[5] Kemampuan-kemampuan ini tidak
dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari
yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang
pemimpin.[5]
Pengertian
Kepemimpinan -
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh pengertian
yang lebih jelas mengenai kepemimpinan maka penulis akan mengemukakan
pendapat dari para ahli, antara lain:
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai
seseorang untuk memepengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan
sasaran.
b.
Pendapat dari Soewarno Handoyo Ningrat : (Soewarno Handoyo Ningrat, Pengantar Ilmu Studi
Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Masagung Jakarta, 1980, hal. 64)
Kepemimpinan itu merupakan suatu proses dimana
pimpinan digambarkan akan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan atau
mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan didalam situasi tertentu.
B.
Pendekatan
Studi Kepemimpinan
Hampir seluruh penelitian
kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan
menurut pengaruh kewibawaan (power influence approach)
Pendekatan ini mengatakan bahwa keberhasilan pemimpin
dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada
para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan
kewibawaan tersebut kepada bawahan.
Pendekatan ini menekankan sifat timbal balik, proses
saling mempengaruhi dan pentingnya pertukaran hubungan kerja sama antara para
pemimpin dengan bawahan.[22]
2. Pendekatan sifat
(trait approach)
Keberhasilan atau kegagalan seseorang pemimpin banyak
ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang
pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan dan keturunan.[23]
Jadi, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir,
bukan karena dibuat atau dilatih. Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan
mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi
seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya. Ghizeli dan Stogdil
misalnya mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin,
yaitu: kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri, dan
kepribadian. Seain itu, dari hasil studi pada tahun 1920-1950, diperoleh
kesimpulan adanya tiga macam sifat pribadi seorang pemimpin meliputi ciri-ciri
fisik, kepribadian, dan kemampuan atau kecakapan.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan
pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh
sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh kecakapan atau keterampilan
(skills) pribadi pemimpin.[24]
3. Pendekatan
perilaku (behaviour approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang
berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan
oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin. Sikap dan gaya
kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-hari, dalam hal bagaimana cara
pemimpin itu memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara
berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan
dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, cara menyelenggarakan dan
memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan sebagainya.[25]
4. Pendekatan
situasional (situational approach)
Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan
kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan
kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung atau
dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi atau lembaga
memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang
sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda,
semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan
perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gaya
kepemimpinan antara lain: sifat pribadi pemimpin, sifat pribadi bawahan, sifat
pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan organisasi, motivasi
kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman pemimpin maupun bawahan,
adat, kebiasaan, budaya lingkungan kerja dan lain sebagainya.[26]
Pendekatan kontingensi menekankan pada ciri-ciri
pribadi pemimpin dan situasi. Teori ini bukan hanya penting bagi kompleksitas
yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan tetapi turut membantu para
pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi
yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat
berdasarkan situasi.[27]
B.
Pendekatan
Studi Kepemimpinan
Hampir seluruh penelitian
kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan
menurut pengaruh kewibawaan (power influence approach)
Pendekatan ini mengatakan bahwa keberhasilan pemimpin
dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada
para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan
kewibawaan tersebut kepada bawahan.
Pendekatan ini menekankan sifat timbal balik, proses
saling mempengaruhi dan pentingnya pertukaran hubungan kerja sama antara para
pemimpin dengan bawahan.[22]
2. Pendekatan
sifat (trait approach)
Keberhasilan atau kegagalan seseorang pemimpin banyak
ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang
pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan dan keturunan.[23] Jadi,
seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan
karena dibuat atau dilatih. Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan
mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi
seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya. Ghizeli dan Stogdil
misalnya mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin,
yaitu: kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri, dan
kepribadian. Seain itu, dari hasil studi pada tahun 1920-1950, diperoleh
kesimpulan adanya tiga macam sifat pribadi seorang pemimpin meliputi ciri-ciri
fisik, kepribadian, dan kemampuan atau kecakapan.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan
pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh
sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh kecakapan atau keterampilan
(skills) pribadi pemimpin.[24]
3. Pendekatan
perilaku (behaviour approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang
berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan
oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin. Sikap dan gaya
kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-hari, dalam hal bagaimana cara
pemimpin itu memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara
berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan
dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, cara menyelenggarakan dan
memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan sebagainya.[25]
4. Pendekatan
situasional (situational approach)
Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan
kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan
kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung atau
dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi atau
lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang
sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda,
semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gaya
kepemimpinan antara lain: sifat pribadi pemimpin, sifat pribadi bawahan, sifat
pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan organisasi, motivasi
kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman pemimpin maupun bawahan,
adat, kebiasaan, budaya lingkungan kerja dan lain sebagainya.[26]
Pendekatan kontingensi menekankan pada ciri-ciri
pribadi pemimpin dan situasi. Teori ini bukan hanya penting bagi kompleksitas
yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan tetapi turut membantu para
pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi
yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat
berdasarkan situasi.[27]
PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN
Peneliti mengemukakan bahwa yang dilakukan pemimpin yang efektif adalah bagaimana mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi bawahan, dan bagaimana menjalankan tugas dan sebagainya. Disini perilaku pemimpin lebih mudah dipelajari dari pada ciri atau karakteristik pemimpin. Orang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tetap akan dapat memimpin secara lebih efektif. Ada dua aspek yang dapat dilihat dalam perilaku kepemimpinan, yaitu :
1. Fungsi-fungsi kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempunyai dua aspek yaitu fungsi kepemimpinan (style leadership). Aspek yang pertama yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar berjalan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama yaitu :
v Fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah.
v Fungsi-fungsi pemeliharaan (pemecahan masalah sosial).
Pada fungsi yang pertama meliputi pemberian saran pemesahan dan menawarkan informasi dan pendapat. Sedangkan pada fungsi pemeliharaan kelompok meliputi menyetujui atau memuji orang lain dalam kelompok atau membantu kelompok beroperasi lebih lancar.
2. Gaya-gaya kepemimpinan
Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi :
v Gaya dengan orientasi tugas.
v Gaya berorientasi dengan karyawan.
Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.
Peneliti mengemukakan bahwa yang dilakukan pemimpin yang efektif adalah bagaimana mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi bawahan, dan bagaimana menjalankan tugas dan sebagainya. Disini perilaku pemimpin lebih mudah dipelajari dari pada ciri atau karakteristik pemimpin. Orang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tetap akan dapat memimpin secara lebih efektif. Ada dua aspek yang dapat dilihat dalam perilaku kepemimpinan, yaitu :
1. Fungsi-fungsi kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempunyai dua aspek yaitu fungsi kepemimpinan (style leadership). Aspek yang pertama yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar berjalan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama yaitu :
v Fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah.
v Fungsi-fungsi pemeliharaan (pemecahan masalah sosial).
Pada fungsi yang pertama meliputi pemberian saran pemesahan dan menawarkan informasi dan pendapat. Sedangkan pada fungsi pemeliharaan kelompok meliputi menyetujui atau memuji orang lain dalam kelompok atau membantu kelompok beroperasi lebih lancar.
2. Gaya-gaya kepemimpinan
Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi :
v Gaya dengan orientasi tugas.
v Gaya berorientasi dengan karyawan.
Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.
TEORI X DAN TEORI Y DARI McGREGOR
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik
Asumsi teori X :
v Rata-rata kodrat manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
v Rata kodrat manusia lebih menyukai diarahkan, menginginkan jaminan hidup diatas segalanya, ambisi relatif kecil, ingin menghindari tanggung jawab.
v Karakteristik manusia dalam menjalankan tugas untuk mencapai organisasi cenderung dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman.
Asumsi teori Y :
v Rata-rata kodrat manusia dalam kondisi layak, belajar tidak hanya untuk menerima tapi mencari tanggung jawab.
v Penghargaan yang berhubungan dengan prestasi merupakan tujuan.
v Potensi intelektual manusia dalam kondisi kehidupan industri digunakan hanya sebagian.
v Penggunaan phisik dan mental merupakan kodrat manusia.
v Pengarahan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi tidak hanya dengan cara mengawasi dan mengancam dalam bentuk hukuman. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
v Punya kapasitas untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang tersebar secara luas pada seluruh karyawan.
Referensi :
v Mohammad Abdul Mukhyi dan Iman Hadi Saputro, Manajemen Umum, Seri Diktat Kuliah, Penerbit Gunadarma, Edisi pertama cetakan kedua 1995.
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik
Asumsi teori X :
v Rata-rata kodrat manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
v Rata kodrat manusia lebih menyukai diarahkan, menginginkan jaminan hidup diatas segalanya, ambisi relatif kecil, ingin menghindari tanggung jawab.
v Karakteristik manusia dalam menjalankan tugas untuk mencapai organisasi cenderung dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman.
Asumsi teori Y :
v Rata-rata kodrat manusia dalam kondisi layak, belajar tidak hanya untuk menerima tapi mencari tanggung jawab.
v Penghargaan yang berhubungan dengan prestasi merupakan tujuan.
v Potensi intelektual manusia dalam kondisi kehidupan industri digunakan hanya sebagian.
v Penggunaan phisik dan mental merupakan kodrat manusia.
v Pengarahan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi tidak hanya dengan cara mengawasi dan mengancam dalam bentuk hukuman. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
v Punya kapasitas untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang tersebar secara luas pada seluruh karyawan.
Referensi :
v Mohammad Abdul Mukhyi dan Iman Hadi Saputro, Manajemen Umum, Seri Diktat Kuliah, Penerbit Gunadarma, Edisi pertama cetakan kedua 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar