Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[2]
Dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kegiatan perlu adanya
motivasi agar kegiatan itu berjalan dengan lancar sesuai keinginan dan
mendapatkan hasil yang maksimal. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan
sesuatu. Dengan adanya motivasi kinerja kegiatan akan terlihat apakah kita
bekerja maksimal atau tidak dan tentunya akan berdampak hasil yang didapat.
Banyak sekali faktor-faktor yang membuat kita menjadi malas dalam melakukan
sesuatu. Misalnya dalam melakukan pekerjaan kita mendapat upah kecil, sedangkan
usaha yang kita berikan kepada perusahaan sangat besar sehingga membuat kita
tidak semangat lagi untuk bekerja di perusahaan itu. Kegagalan yang kita
dapatkan saat nilai ujian kita jauh dari hasil yang ingin kita capai, membuat
mahasiswa itu tidak bersemangat lagi dalam menjalani perkuliahan.
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah kembali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
A.Intern Individu
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Kebutuhan, kebutuhan merupakan segala sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan. Sebagai contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk bekerja. Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan. Kebutuhan akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2.Harapan, harapan merupakan sesuatu yang kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila kita menabung di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo kita. Harapan akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada orang lain atas kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka sehingga didapat kepercayaan kambali dari mereka.
3.Kepuasan, kepuasan merupakan perasaan emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang termotivasi melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai. Misalnya jabatan dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri terhadap orang tersebut setelah menjabatanya.
4.Pengembangan Diri, meliputi mengikutsertakan diri terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang berharap yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik.
B.Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Lingkungan Organisasi, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2.Keseimbangan dan Keadilan, individu termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3.Tujuan, segala sesuatu yang kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tantangan, merupakan segala sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5.Hukuman, merupakan balasan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan. Anggota-anggota organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi itu. Hukuman itu mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman itu bisa berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
6.Kepemimpinan, gaya kepemimpinan seseorang berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang untuk bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung totaliter membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun apabila kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan isi pikirannya melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi tersebut tercapai.
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah kembali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
A.Intern Individu
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Kebutuhan, kebutuhan merupakan segala sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan. Sebagai contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk bekerja. Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan. Kebutuhan akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2.Harapan, harapan merupakan sesuatu yang kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila kita menabung di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo kita. Harapan akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada orang lain atas kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka sehingga didapat kepercayaan kambali dari mereka.
3.Kepuasan, kepuasan merupakan perasaan emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang termotivasi melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai. Misalnya jabatan dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri terhadap orang tersebut setelah menjabatanya.
4.Pengembangan Diri, meliputi mengikutsertakan diri terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang berharap yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik.
B.Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Lingkungan Organisasi, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2.Keseimbangan dan Keadilan, individu termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3.Tujuan, segala sesuatu yang kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tantangan, merupakan segala sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5.Hukuman, merupakan balasan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan. Anggota-anggota organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi itu. Hukuman itu mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman itu bisa berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
6.Kepemimpinan, gaya kepemimpinan seseorang berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang untuk bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung totaliter membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun apabila kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan isi pikirannya melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi tersebut tercapai.
Motivasi dalam
organisasi
Lima fungsi utama
manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada
pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk
(organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya
adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah
ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat
para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang
termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya
akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para
bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai istilah
digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain
kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam
hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk
kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai penyebab
suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang melakukan
sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita menanyakan
mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita bicara tentang
persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap melakukan hal itu
(Berry, 1997).
Suatu organisme
(manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara
lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan
organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar
dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum;
orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang
menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai pada abad 17
dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme
merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang
dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional
dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara
bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan
oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada
masa-masa berikutnya, muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa
tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan
eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan
doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh
seseorang atas perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu
adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori motivMotivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi
yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi
psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1)
durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi
atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap
terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk
dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat
dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga
tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.
Berangkat dari
kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam
penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman,
merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan
ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan
mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada
kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..2. Teori McClelland
(Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
4. Teori-Teori Motivasi
5. Secara garis besar, teori motivasi
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan
isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process
theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement
theory).Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
6. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki
individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya,
baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian
tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
7. 1. Durasi kegiatan
8. 2. Frekuensi kegiatan
9. 3. Persistensi pada kegiatan
10. 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
11. 5. Devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan
12. 6. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan
13. 7. Tingkat kualifikasi prestasi atau
produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan
14. 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan
15.
16. Untuk memahami tentang motivasi,
kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
17. · Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
18. Kebutuhan dapat didefinisikan
sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan
dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak
terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya,
jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku
yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
19. Kebutuhan merupakan fundamen yang
mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa
mengerti kebutuhannya.
20. Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005)
mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
21. 1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan,
minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
22. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan
diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
23. 3. Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu
kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan
kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
24. 4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk
dihormati dan dihargai oleh orang lain
25. 5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu
kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
26.
27. · Teori Keadilan
28. Keadilan merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi perusahaan harus bertindak
adil terhadap setiap karyawannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku karyawan
harus dilakukan secara obyektif. Teori ini melihat perbandingan seseorang
dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan input dan juga hasil atau
kontribusi masing-masing karyawan (Robbins, 2007).
29.
30. · Teori X dan Y
31. Douglas McGregor mengemukakan
pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative
disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif disebut teori Y (Robbins,
2007).
32. McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap
karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
33.
34. · Teori dua Faktor Herzberg
35. Teori ini dikemukakan oleh Frederick
Herzberg dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah
mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bias sangat baik
menentukan keberhasilan atau kegagalan. (Robbins, 2007).
36. Herzberg memandang bahwa kepuasan
kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja
berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor
ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi :
37. 1. Upah
38. 2. Kondisi kerja
39. 3. Keamanan kerja
40. 4. Status
41. 5. Prosedur perusahaan
42. 6. Mutu penyeliaan
43. 7. Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja,
atasan, dan bawahan
44. Keberadaan kondisi-kondisi ini
terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi
ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu
mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi
ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Faktor Intrinsik meliputi
:
45. 1. Pencapaian prestasi
46. 2. Pengakuan
47. 3. Tanggung Jawab
48. 4. Kemajuan
Pekerjaan itu sendiri
Kemungkinan berkembang.
Tidak adanya kondisi-kondisi ini
bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan
membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh
karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
49. · Teori Kebutuhan McClelland
50. Teori kebutuhan McClelland
dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada
tiga kebutuhan, yaitu (Robbins, 2007) :
51. a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan
untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras
untuk berhasil.
52. b. Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan
untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan
berperilaku sebaliknya.
53. c. Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat
untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
54. Apa yang tercakup dalam teori yang
mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu . Menurut model ini,
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
55. a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri
56. b. Harga diri
57. c. Harapan pribadi
58. d. Kebutuhaan
59. e. Keinginan
60. f. Kepuasan kerja
61. g. Prestasi kerja yang dihasilkan.
62.
63. Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
64. a. Jenis dan sifat pekerjaan
65. b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
66. c. Organisasi tempat bekerja
67. d. Situasi lingkungan pada umumnya
68. e. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
69.
70.
71. Sumber :
TEORI ISI (CONTENT THEORY)
A. Teori isi terdiri dari 4 teori pendukung, yaitu :
1.
Teori Hierarki
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1. fisiologis
(physiological)
2. keselamatan atau
keamanan (safety and security)
3. rasa memiliki atau
social (belongingness and love)
4. penghargaan (esteem)
5.
aktualisasi diri (self actualizatin).
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini
berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan paling kuat hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas
kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu
kebutuhan pada urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap
sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
2.
Teori ERG
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
1.
Eksistence (E) atau Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2.
Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
3.
Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
3. Teori Tiga Motif
Sosial (D. McClelland)
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
1. Achievement Motive (nAch):
Motif untuk berprestasi
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk
menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat
tinggi. Situasi dengan resiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai
akan terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan. Sedangkan situasi dengan
risiko yang terlalu tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan
hasil yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih
suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat,
peluangya 50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor kemajuan
dari hasil atau prestasi yang mereka capai.
2. Affiliation Motive
(nAff): Motif untuk bersahabat.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan
hubungan yang harminis dengan orang lain dan sangat ingin untuk merasa diterima
oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem
norma dan nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan
yang meberikan hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi.
Mereka kana sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat
mengutamakan interaksi solsial. Mereka umumnya akan maksimal dalam pelayanan
terhadap konsumen dan interkasi dengan konsumen (customer service and client
interaction situations).
3.
Power Motive (nPow) : Motif untuk berkuasa
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a.
Personal power
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
b.
Institutional power
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
4. Teori Dua Faktor
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
a. Kebutuhan yang
berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
b.
Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
Teori proses
mencoba menguraikan bagaimana perilaku tersebut digerakkan, diarahkan, didukung
dan dihentikan. Teori proses terdiri dari Teori Penguatan, Teori Harapan, Teori
Keadilan dan Teori Penetetapan Tujuan. Teori Kebutuhan (content theory)
berorientasi terhadap individu dimana teori itu menekankan karakteristik
orang-orang. Teori penguatan (reinforsement theory) berfokus pada lingkungan
kerja. Gagasan tentang kebutuhan dan sikap individu sebenarnya diabaikan oleh
teori ini. Teori harapan (expectancy theory) menempatkan tekanan atas individu,
pekerjaan dan variabel linngkungan. Teori itu mengakui perbedaan kebutuhan,
persepsi, dan keyakinan. Teori itu mengakui perbedaan kebutuhan, persepsi dan
keyakinan. Teori keadilan (equity theory) terutama membahas hubungan antara
sikap terhadap masukan dan keluaran serta praktek pemberian imbalan
(penghargaan). Teori penetapan tujuan (goal setting theory) menekankan proses
kognitif dan peranan perilaku yang disengaja dalam motivasi.
Teori Proses (Process Theory)
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
Sumber : http://26-dyash.blogspot.com/2010/12/teori-motivasi-isi-dan-proses.html
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
Sumber : http://26-dyash.blogspot.com/2010/12/teori-motivasi-isi-dan-proses.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar