Aku mau jadi
sahabat kamu
Aku mempunyai
teman yang bernama Mario. Biasa di panggil Rio.
Dulu saat
pertama masuk SMP aku deket sama dia. Kami suka bercanda. Kadang kalau dia
enggak ngerti pelajaran, dia selalu nanya ke aku, dan aku selalu membantu dia.
Begitu juga sebaliknya. Karena dulu itu Rio duduk di depan aku.
Namun semua
itu berbeda dengan sekarang. Rio sudah pindah tempat duduknya. Aku barisan
pertama, sedangkan Rio barisan ke tiga. Jadi kami jarang bercanda, bahkan
enggak pernah sama sekali.
Setiap hari
aku selalu memperhatikan dia. Entah kenapa mataku selalu ingin
memperhatikannya. Hal ini membuat teman sebangku aku curiga, “Nachelle, lo kok
suka banget sih ngeliatin Rio? Lo suka ya sama dia?” goda Tasya yang tiba-tiba
mengagetkanku dari pandanganku ke arah Rio. “Enngg… Enggak kok” jawabku gugup
“gue cuma kasihan aja sama dia. Dia kaya enggak punya teman” jawabku apa adanya
“maksud lo?” tanya Tasya bingung
“kemaren pas gue di jemput, gue ketemu dia di jalan. Dia jalan sendiri pulang sekolah. Kasihan banget” jawabku dengan wajah kasihan
“mungkin dia buru-buru” kata Tasya
“Enggak mungkin! Di kelas gue selalu perhatiin dia, dia enggak pernah senyum, ataupun ketawa sama temen temen yang lain. Jarang sekali itu terlukis di wajahnya” kataku menjelaskan
“ya udah lo buat dong dia biar bisa senyum dan ketawa lagi” kata Tasya
“caranya?” tanyaku
“ya lo deketin dia lah” kata Tasya
“yaah itu susah banget!” jawabku datar
“gue cuma kasihan aja sama dia. Dia kaya enggak punya teman” jawabku apa adanya
“maksud lo?” tanya Tasya bingung
“kemaren pas gue di jemput, gue ketemu dia di jalan. Dia jalan sendiri pulang sekolah. Kasihan banget” jawabku dengan wajah kasihan
“mungkin dia buru-buru” kata Tasya
“Enggak mungkin! Di kelas gue selalu perhatiin dia, dia enggak pernah senyum, ataupun ketawa sama temen temen yang lain. Jarang sekali itu terlukis di wajahnya” kataku menjelaskan
“ya udah lo buat dong dia biar bisa senyum dan ketawa lagi” kata Tasya
“caranya?” tanyaku
“ya lo deketin dia lah” kata Tasya
“yaah itu susah banget!” jawabku datar
Keesokan
harinya aku mencoba basa basi dengan Rio.
“Rio, Pe-eR Bahasa Indonesia udah selesai belum?” tanyaku
“udah” jawab Rio singkat, dan sangat dingin sekali
“lo kenapa sih?” tanya aku
“nggak pa-pa” jawaban Rio yang kedua kalinya
“nggak pa-pa gimana? Lo beda, beda banget. Lo nggak kaya dulu lagi! Lo ada masalah? Cerita aja sama gue, gue siap denger kok” kataku
“nggak perlu” jawab Rio yang langsung meninggalkan aku
“Riiiooo…” panggilku
“lo kenapa sih? Kalau lo butuh sahabat, gue mau kok jadi sahabat lo” teriakku kepada Rio. Tapi Rio tak memperdulikannya.
“Rio, Pe-eR Bahasa Indonesia udah selesai belum?” tanyaku
“udah” jawab Rio singkat, dan sangat dingin sekali
“lo kenapa sih?” tanya aku
“nggak pa-pa” jawaban Rio yang kedua kalinya
“nggak pa-pa gimana? Lo beda, beda banget. Lo nggak kaya dulu lagi! Lo ada masalah? Cerita aja sama gue, gue siap denger kok” kataku
“nggak perlu” jawab Rio yang langsung meninggalkan aku
“Riiiooo…” panggilku
“lo kenapa sih? Kalau lo butuh sahabat, gue mau kok jadi sahabat lo” teriakku kepada Rio. Tapi Rio tak memperdulikannya.
Tiba-tiba
Jonathan datang. Jonathan adalah temen Rio dari SD.
“sabar ya Nachelle. Rio emang kaya gitu” kata Jonathan yang tiba tiba ada di belakangku
“Jo, Rio kenapa sih? Emang nya dia dari SD begitu ya?” tanyaku kepada Jonathan
“Rio begitu karena sahabat dia itu meninggal. Nama sahabatnya Timotius. Timo meninggal gara gara kanker otak. Rio sama Timo deket banget. Semenjak kepergian Timo, Rio selalu menyendiri dan murung mulu.” jelas Jonathan.
“Timo kapan meninggalnya?” tanyaku yang penasaran akan sahabatnya Rio
“baru. Sekitar 5 bulan yang lalu” kata Jonathan
“oooh. Makasih ya atas infonya” kataku kepada Jonathan
“gue pergi dulunya” kata Jonathan yang langsung meninggalkanku.
“sabar ya Nachelle. Rio emang kaya gitu” kata Jonathan yang tiba tiba ada di belakangku
“Jo, Rio kenapa sih? Emang nya dia dari SD begitu ya?” tanyaku kepada Jonathan
“Rio begitu karena sahabat dia itu meninggal. Nama sahabatnya Timotius. Timo meninggal gara gara kanker otak. Rio sama Timo deket banget. Semenjak kepergian Timo, Rio selalu menyendiri dan murung mulu.” jelas Jonathan.
“Timo kapan meninggalnya?” tanyaku yang penasaran akan sahabatnya Rio
“baru. Sekitar 5 bulan yang lalu” kata Jonathan
“oooh. Makasih ya atas infonya” kataku kepada Jonathan
“gue pergi dulunya” kata Jonathan yang langsung meninggalkanku.
Karena hari
sudah sore, akupun pulang ke rumah.
Keesokan
harinya, aku bertemu Rio di taman sekolah.
“Riiiooo…!” panggilku. Rio hanya nengok tanpa menjawab satu kata pun
“lo ngapain disini?” tanyaku yang bingung melihat Rio dengan memegang sebuah buku diary dan gelang
“seharus nya gue yang nanya sama lo, ngapain lo di sini?” ketus Rio kepadaku
“Rio, lo kenapa sih? Lo aneh tau enggak. Gue udah tau kok semuanya” kataku yang sambil duduk di samping Rio
“maksud lo?” tanya Rio bingung
“Riiiooo…!” panggilku. Rio hanya nengok tanpa menjawab satu kata pun
“lo ngapain disini?” tanyaku yang bingung melihat Rio dengan memegang sebuah buku diary dan gelang
“seharus nya gue yang nanya sama lo, ngapain lo di sini?” ketus Rio kepadaku
“Rio, lo kenapa sih? Lo aneh tau enggak. Gue udah tau kok semuanya” kataku yang sambil duduk di samping Rio
“maksud lo?” tanya Rio bingung
Akupun
menceritakan semua apa yang di kasih tau Jonathan. Ternyata semua itu benar.
Rio sangat kehilangan sahabatnya, karena hanya Timo lah yang bisa membuat dia
menjadi semangat. Aku tak menyangka sungguh erat persahabatan antara Rio dan
Timo. Saat ku tanya buku diary dan gelang itu punya siapa, ternyata itu punya
Timo. Itu adalah diarynya Timo, semua isinya tentang persahabatan Rio dan Timo.
Gelangnya juga gelang persahabatan mereka. Sungguh indah sekali persahabatan
mereka.
“Rio, kalau lo
butuh sahabat, gue mau kok jadi sahabat lo” kataku yang mencoba membukakan
peluang menjadi sahabat Rio. Tapi Rio tak menjawab perkataanku.
“gue tau, gue enggak kaya Timo. Tapi gue akan mencoba. Gue akan jadi sahabat terbaik lo” kataku yang terus berusaha membuat Rio mengeluarkan kata kata iya dari mulutnya
“gue tau, gue enggak kaya Timo. Tapi gue akan mencoba. Gue akan jadi sahabat terbaik lo” kataku yang terus berusaha membuat Rio mengeluarkan kata kata iya dari mulutnya
Selama menit
berlalu dia tetap tidak menjawab. Akhirnyapun aku pergi meninggalkan dia.
Tiba tiba Rio memanggilku.
“tunggu Nachelle… Gue mau jadi sahabat lo.” kata Rio
“benar kah?” tanyaku tak menyangka
“iya. Gue yakin lo pasti bisa menggantikan posisi Timo di hati gue” kata Rio sambil memberikan senyumannya. Aku hanya membalas nya dengan senyuman juga.
“tunggu Nachelle… Gue mau jadi sahabat lo.” kata Rio
“benar kah?” tanyaku tak menyangka
“iya. Gue yakin lo pasti bisa menggantikan posisi Timo di hati gue” kata Rio sambil memberikan senyumannya. Aku hanya membalas nya dengan senyuman juga.
Akhirnya Rio
dan akupun menjadi sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar