Kau yang
sempurna
Pagi saat
udara Bandung masih terasa dingin, aku sudah bersiap untuk pergi ke kampus.
Hari ini adalah hari penentuan ku, Sidang kelulusan ku. Perasaan ku saat ini
sangat bergejolak, ada sedikit perasaan tidak nyaman, tapi aku mencoba
melupakannya
“Hari ini Aku
harus sukses…” aku membatin dalam hati.
Aku pun
berjalan keluar rumah kos ku, dan sebelum menutup pintu gerbang, aku pun
menengok kembali ke arah rumah kos yang telah aku huni 4 tahun belakangan ini,
sebuah rumah sederhana dengan pemilik kos yang ramah dan penuh pengertian saat
aku telat membayar kos…
Ya aku, Arman,
anak seorang supir pribadi di kota Serang Banten yang telah mengecewakan Abi
dan Umi dengan tidak lolos masuk Perguruan Tinggi Negeri, yang karena kebaikan
Bossnya Abi, Aku di biayai untuk melanjutkan pendidikan ku di sebuah Perguruan
Tinggi Swasta di kota Paris Van Java.
TEETTT… hampir
aku melompat mendengar suara klakson sebuah sepeda motor MIO yang hampir
menabrak ku. Si pengemudi hanya tertawa renyah…
“Woy…
pagi-pagi jangan ngelamun… pikirin tuh sidang…” teriaknya sambil tertawa
Tahu bahwa
pengemudinya adalah Joan, gadis tomboy nan manis blasteran Jawa-jerman, anak
pengusaha terkenal di jakarta, aku hanya dapat menyeringai.
“eh Joan… udah
siap sidang…?” aku membalas teriakannya sambil mendekatinya.
“udah dong… nih… di dalam ransel…” jawabnya sambil tersenyum.
“Gile… penuh amat tuh ransel… mau langsung naik gunung lagi nih…” aku melirik Ransel besar di sadel belakang.
“udah dong… nih… di dalam ransel…” jawabnya sambil tersenyum.
“Gile… penuh amat tuh ransel… mau langsung naik gunung lagi nih…” aku melirik Ransel besar di sadel belakang.
Joan
mengangguk semangat, “yuk bareng ke kampus…” ajaknya “sekalian pegangin ransel
gue ya…” lanjutnya sambil tersenyum lebar.
“udah tahu…
kebiasaan loe…”
gerutu ku sambil duduk di belakang sambil memangku ransel raksasa nya. Senyum Joan berubah menjadi tertawa besar, dan motor pun melaju ke kampus tercinta.
gerutu ku sambil duduk di belakang sambil memangku ransel raksasa nya. Senyum Joan berubah menjadi tertawa besar, dan motor pun melaju ke kampus tercinta.
Keakraban Joan
dan Aku sudah berlangsung lama, sejak masa OSPEK, dimana kami berdua sama-sama
dihukum oleh para senior “sadis” hanya karena tidak membawa uang 25 rupiah
kecil yang naudzubilah nggak ngerti nyarinya dimana. Dan semenjak itu kami
menjadi akrab bahkan kami selalu bersama dalam pengisian KRS, memilih mata
kuliah dan kelas yang sama, hanya dalam pemilihan kegiatan kemahasiswaan kita
berbeda…
Sebetulnya
rekan-rekan banyak yang bingung bagaimana bisa aku dan Joan bisa bersahabatan,
ibaratnya seperti Langit dan Bumi. Karakter kami berbeda jauh.
Aku, Arman,
lebih tipe anak manis, nongkrong di Perpustakaan, membaca novel, koran atau
apapun yang bisa di baca mungkin bisa dibilang aku tipe
mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang.
Berorganisasipun aku lebih mencari yang tenang seperti kelompok diskusi, Team Catur yah pokoknya yang nggak aneh-aneh.
Berorganisasipun aku lebih mencari yang tenang seperti kelompok diskusi, Team Catur yah pokoknya yang nggak aneh-aneh.
Sedangkan
Joan, jauh bertolak belakang, si gadis tomboy ini lebih ekspresif, senang
tantangan bahkan organisasi nya pun dia ikut pencinta alam dan sangat aktif
pula.
Tapi entah kenapa, kita bisa berteman dan bahkan bersahabat, mungkin justru karena perbedaan itu maka kita jadi saling mengisi… entahlah…
Tapi entah kenapa, kita bisa berteman dan bahkan bersahabat, mungkin justru karena perbedaan itu maka kita jadi saling mengisi… entahlah…
Mungkin karena
perbedaan karakter yang sangat jelas itu tidak ada satu temanpun menganggap
kita pacaran dan memang kita tidak pacaran.
Sebenarnya
pernah terbesit di hati ku untuk menyatakan cinta ke Joan… tapi melihat
perbedaan status sosial yang sangat-sangat berjarak, aku membuang jauh-jauh
perasaan itu, toh belum tentu juga Joan akan menerimaku dan malah nanti merusak
persahabatan yang telah ada, jadi… lupain aja deh…
Kami bercanda
Sepanjang perjalanan menuju kampus dan sepertinya Joan sangat-sangat ceria hari
ini.
Akhirnya kita
tiba di kampus, suasana masih lumayan sepi, di tempat parkir motor baru ada
beberapa motor mahasiswa dan karyawan.
“eh Joan… loe sidang jam ke berapa…?’ tanyaku sambil membuka helm.
“hhmm, jam berapa ya…? Wah lupa tuh…” jawab Joan enteng
Aku langsung menatapnya tajam sambil melotot. “masa sih jadwal penting begitu dilupakan…” pikirku.
“hehehe… becanda Man, jam 10.00 di ruang 211, dosen penguji nya pak Denny sama Bu Julia… puas… tenang Arman sayang, gue hapal kok… hehehe…” katanya sambil menonjok pelan pundak ku.
“eh Joan… loe sidang jam ke berapa…?’ tanyaku sambil membuka helm.
“hhmm, jam berapa ya…? Wah lupa tuh…” jawab Joan enteng
Aku langsung menatapnya tajam sambil melotot. “masa sih jadwal penting begitu dilupakan…” pikirku.
“hehehe… becanda Man, jam 10.00 di ruang 211, dosen penguji nya pak Denny sama Bu Julia… puas… tenang Arman sayang, gue hapal kok… hehehe…” katanya sambil menonjok pelan pundak ku.
Wuih… lega
juga ternyata dia tidak main-main seperti selama ini, pernah dia datang ke
kampus langsung dari gunung Gede tanpa bawa apapun dan parahnya terus dia nanya
“Man, sekarang ada kuliah apa ya…?” kan parah banget tuh…
“kalau loe
Man?” tanyanya balik.
“gue duluan pertama jam 9.00 di ruang Audio visual…” jawab ku sambil melihat ke dalam tas ku, melihat persiapan presentasi skripsi ku lengkap atau tidak.
“Arman… nanti tungguin Joan ya, jangan pulang duluan…” Joan berkata hampir berbisik di dekat ku.
“gue duluan pertama jam 9.00 di ruang Audio visual…” jawab ku sambil melihat ke dalam tas ku, melihat persiapan presentasi skripsi ku lengkap atau tidak.
“Arman… nanti tungguin Joan ya, jangan pulang duluan…” Joan berkata hampir berbisik di dekat ku.
Kaget juga
mendengar gaya bicaranya berubah drastis dari biasanya pakai loe-gue… Tapi
itulah Joan pikir ku berubah-rubah sesukanya dia..
Aku mengangguk
sambil mengangkat kepala dan menatap nya, ternyata Joan sedang menatap tajam
kepada ku dengan mimik muka serius.
“ok deh Joan,
gue duluan ya, nyiapin LCD nya dulu…, nanti gue tunggu di kantin…” aku
melangkah meninggalkan nya menuju gedung perkuliahan.
Joan menangkap
lenganku, seperti melarang ku untuk meninggalkannya, tapi kemudian segera
melepasnya kembali “Sukses ya Man… doain gue juga ya…”
Aku
melambaikan tangan sambil berlari kecil, aku terlalu sibuk dengan urusan sidang
ini jadi tidak terlalu mengambil hati kejadian tadi.
—-
Es kelapa muda
pesanan ku akhir datang juga, presentasi sidang skripsi ku cukup lumayan alot.
Prof. Juwana dan Doktor Ilham bener-bener menekanku sampai habis, untung Dosen pembimbing ku berbaik hati untuk tidak ikut menekan ku.
Saat ini selesai tugas ku… perfecto tanpa revisi, tidak percuma aku bekerja keras menyusun bab per bab skripsi ku sejak 6 bulan yang lalu.
Prof. Juwana dan Doktor Ilham bener-bener menekanku sampai habis, untung Dosen pembimbing ku berbaik hati untuk tidak ikut menekan ku.
Saat ini selesai tugas ku… perfecto tanpa revisi, tidak percuma aku bekerja keras menyusun bab per bab skripsi ku sejak 6 bulan yang lalu.
Jam 11.15 aku
melirik jam tangan ku, Joan belum kelihatan juga…
“apa kabar nya dia…” pikirku.
“apa memang sidangnya lama, atau dia lupa janjian dengan aku dan selesai sidang langsung ke “markas” MAPALA ya…?”
“apa kabar nya dia…” pikirku.
“apa memang sidangnya lama, atau dia lupa janjian dengan aku dan selesai sidang langsung ke “markas” MAPALA ya…?”
Sambil
menyeruput es kelapa mudaku, aku mencoba menghubungi Joan, terbesit sedikit ke
khawatiran dia masih dalam ruang sidang dan akan mengganggu dia dan akhirnya
ngambek, wah… kalau dia ngambek cape nenanginnya…
Kuangkat HP ku
dan terdengar suara wanita …
“maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan…” cielah udah tekor to pulsa ku…
“maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan…” cielah udah tekor to pulsa ku…
Akhirnya aku
memutuskan untuk menunggunya di kantin sedikit lebih lama… toh aku juga akan
tetap di kampus menunggu pengumuman resmi hasil sidang jam 15.00 sore ini.
Akhirnya dari
kejauhan terlihat juga sosok tinggi semampai proporsionalnya nya Joan lengkap
dengan ransel raksasanya… rupanya belum ke Markas MAPALA dia.
Aku
melambaikan tangan memanggilnya dan Joan begitu melihat aku langsung berlari ke
arah ku. Ngeri juga melihat dia lari sempoyongan dengan beban besar
dipunggungnya. Aku berdiri dan siap berlari jika saja tiba-tiba Joan terjatuh…
Alhamdulillah,
Joan selamat sampai ke meja ku. Tanpa ba bi bu dia langsung meminum es kelapa
muda ku hingga tandas… ya Tuhan padahal aku aja pelan-pelan minumnya…
Setelah
meletakkan Ransel raksasanya di kursi sebelah dia duduk berhadapan dengan ku,
dan tersenyum lebar sambil menatap ku…
Aku kembali
duduk dan memandang dia dan gelas es kelapa mudaku secara bergantian tanda
protesku atas tindakan nya meminum habis tanpa permisi…
Senyumnya
langsung berubah menjadi tertawa besar… “Sorry Man… cape nih…” alasannya pada
ku…
“iya nggak pha-pha, tapi ya minta izin dulu dong, langsung tandas lagi…” gerutuku bercanda.
“iya nggak pha-pha, tapi ya minta izin dulu dong, langsung tandas lagi…” gerutuku bercanda.
“bagaimana
tadi sidangnya, sukses kan…”
lanjutku sambil memanggil kembali penjual es kelapa muda.
“pesen 2 lagi ya mang…” teriakku sambil mengacungkan 2 jari ku, si mamang es kelapa muda mengangguk mengerti.
lanjutku sambil memanggil kembali penjual es kelapa muda.
“pesen 2 lagi ya mang…” teriakku sambil mengacungkan 2 jari ku, si mamang es kelapa muda mengangguk mengerti.
“iya… tadi itu
bu Julia yang rada rese, nyerocos terus, sampe pak Denny mau nanya nggak jadi
mulu, dendam kali dia ama gue ya…?” kicau Joan menceritakan kejadian di dalam
ruang sidang.
“la iya lah,
inget nggak mata kuliah bu Julia khan yang loe dapet F, sampai akhirnya loe
mesti ngambil semester pendek..?” jawab ku.
“oh iya…
hehehe… lupa gue Man…” Joan menyeringai lebar.
“iya gara-gara mesti bantuin loe belajar, gue batal pulang kampung…” lanjutku
“hehehe… sorry Man, thanks ya my love…” Joan menjawab sambil tertawa lebar…
“iya gara-gara mesti bantuin loe belajar, gue batal pulang kampung…” lanjutku
“hehehe… sorry Man, thanks ya my love…” Joan menjawab sambil tertawa lebar…
Si mamang es
kelapa muda datang dan meletakan 2 gelas es kelapa muda yang langsung diambil
oleh Joan.
Akhirnya kita berdua terdiam, aku asyik mengaduk-aduk minuman ku sambil mengamati putaran kelapa muda berputar-putar aku aduk-aduk.
Dari sudut mataku kulihat Joan terus menatap ku tajam dan dengan muka sendu.
Akhirnya kita berdua terdiam, aku asyik mengaduk-aduk minuman ku sambil mengamati putaran kelapa muda berputar-putar aku aduk-aduk.
Dari sudut mataku kulihat Joan terus menatap ku tajam dan dengan muka sendu.
Aku mengangkat
kepala ku dan ikut menatapnya…
“Kenapa Joan… beres kan tadi sidangnya…?” aku menatap Joan khawatir.
Joan hanya tersenyum.
“Kenapa Joan… beres kan tadi sidangnya…?” aku menatap Joan khawatir.
Joan hanya tersenyum.
Tiba-tiba
Bobby sang ketua MAPALA, muncul ..
“Joan… ayo anak-anak udah siap, kita ngejar Sunrise nih di Gede…”
Aku melihat Joan, sepertinya bahasa tubuh Joan menunjukan rasa tidak nyaman di tegur seperti itu oleh Bobby.
“ya udah duluan deh, gue masih ngobrol nih sama Arman…” jawab Joan yang terdengar sedikit ketus
“oke, gue tunggu di markas ya… sorry ya Man… jangan lama-lama ya Joan, anak-anak udah nggak sabar nih…” Bobby menjawab sambil berjalan keluar kantin.
“Joan… ayo anak-anak udah siap, kita ngejar Sunrise nih di Gede…”
Aku melihat Joan, sepertinya bahasa tubuh Joan menunjukan rasa tidak nyaman di tegur seperti itu oleh Bobby.
“ya udah duluan deh, gue masih ngobrol nih sama Arman…” jawab Joan yang terdengar sedikit ketus
“oke, gue tunggu di markas ya… sorry ya Man… jangan lama-lama ya Joan, anak-anak udah nggak sabar nih…” Bobby menjawab sambil berjalan keluar kantin.
“udah mau
jalan…? Ya udah jalan gih, nanti di musuhin anak-anak MAPALA lho…” kata ku
menanggapi Bobby.
“Arman…
menurut loe, gue pergi nggak ya…?” tanya Joan dengan muka sendu…
“Habis ini kan kita udah susah ketemu…” lanjutnya lagi
“Habis ini kan kita udah susah ketemu…” lanjutnya lagi
“ya… terserah
loe lah… apa hak gue ngelarang loe pergi, pacar juga bukan apalagi suami
hehehe…” jawabku sambil terkekeh-kekeh…
“oh gitu ya,
jadi menurut loe gue pergi aja nih…?”
sepertinya Joan tidak puas dengan jawabanku yang di nilai nya tidak serius.
sepertinya Joan tidak puas dengan jawabanku yang di nilai nya tidak serius.
“lho khan udah
siap tuh…”
aku menjawab sambil memberikan isyarat dengan daguku ke arah ransel raksasanya.
aku menjawab sambil memberikan isyarat dengan daguku ke arah ransel raksasanya.
Joan melirik
Ranselnya.
“JOAN… JOAN …
ayooo, kita kejar Sunrise nih…” tedengar suara riuh anak–anak Mapala dari atas
Truk.
Joan melihat
ke arah mereka, dan kembali menatapku tajam.
“bagaimana Arman… Joan pergi nggak ya…?” suaranya terdengar lirih
“ya udah jalan sana… nanti gue liatin hasil loe deh… have fun ya…” aku tersenyum kepada nya
“bagaimana Arman… Joan pergi nggak ya…?” suaranya terdengar lirih
“ya udah jalan sana… nanti gue liatin hasil loe deh… have fun ya…” aku tersenyum kepada nya
Joan berdiri
dan mengangkat ranselnya, dia tersenyum manis kepada ku, dan melangkah
meninggalkan ku…
“sebetulnya
aku ingin kamu nggak pergi Joan…” aku membatin dalam hati melihat Joan berjalan
keluar mendatangi truk yang mengangkut para mahasiswa MAPALA yang siap
mengantarkan mereka ke Gunung Gede.
—-
Malam harinya
di tempat kos ku, aku sibuk membaca koran, mencari lowongan kerja, bandung
terasa lebih dingin dari biasanya, hujan menyiram kota kembang cukup lumayan
besar membuat malas untuk bergerak dari tempat ku duduk.
TOK.. TOK..
TOK.. tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, reflek aku melihat jam
dinding waktu menunjukan pukul 10 malam. Ku melihat ruangan sekelilingku, tidak
ada orang rupanya semua sudah pada tidut…
“siapa sih
malam-malam gini bertamu…?” aku sedikit menggerutu karena harus meninggalkan
tempat duduk ku
“mana udah PW banget lagi…a hh…” aku berjalan ke arah pintu dan membuka pintu.
“mana udah PW banget lagi…a hh…” aku berjalan ke arah pintu dan membuka pintu.
Di balik pintu
aku melihat Joan, berdiri dengan tubuh basah, aku langsung mengambil lengannya
dan mengajak nya masuk
“Man di teras
aja, Joan nggak lama-lama masih ditungguin temen-temen…” Joan menolak masuk dan
berjalan ke tempat duduk di teras.
“ya udah, gue ambil handuk sama Teh Manis panas… biar loe nggak masuk angin…” aku langsung masuk ke dalam. Sekilas ku lihat tadinya Joan mau melarangku tapi aku sudah masuk ke dalam.
“ya udah, gue ambil handuk sama Teh Manis panas… biar loe nggak masuk angin…” aku langsung masuk ke dalam. Sekilas ku lihat tadinya Joan mau melarangku tapi aku sudah masuk ke dalam.
Dengan cepat
aku keluar dengan membawa handuk dan the manis panas dan meletakkannya di meja.
“Arman…
bagaimana nilai sidang Joan…?” tanyanya saat aku menghempaskan badan ke kursi
di depannya.
“sip sist…, dapet B+ loe, by the way kok bisa nongol disini, malem-malem lagi…?” jawabku sambil mencoba mencari tahu.
“sist…” terdengar desis halus keluar dari mulut Joan. mukanya pucat, mungkin karena udara dingin Gunung Gede di tambah kehujanan di Bandung ini.
“sip sist…, dapet B+ loe, by the way kok bisa nongol disini, malem-malem lagi…?” jawabku sambil mencoba mencari tahu.
“sist…” terdengar desis halus keluar dari mulut Joan. mukanya pucat, mungkin karena udara dingin Gunung Gede di tambah kehujanan di Bandung ini.
“eh nggak pha-pha
kok, Joan Cuma mau kasih liat surat ini ke Arman…” katanya sambil
memperlihatkan sebuah amplop berwarna biru. Aku melihatnya dengan penuh tanda
tanya…
“surat apaan
nih… aku ambil sekarang ya…”
“jangan…!!!, jangan sekarang…!!!” tangannya Joan jangan menyentuh tangan ku untuk melarangku mengambil surat itu.
“besok ya Arman Sayang, jam 2 siang…” Joan tersenyum, walaupun dalam keadaan pucat senyum tetap manis.
“lho… kenapa mesti jam 2 siang Joan…?” aku bingung atas syarat nya itu.
“Arman-Arman, pokoknya nanti jam 2 siang aja suratnya ya… janji…” Joan sekali tersenyum manis
“jangan…!!!, jangan sekarang…!!!” tangannya Joan jangan menyentuh tangan ku untuk melarangku mengambil surat itu.
“besok ya Arman Sayang, jam 2 siang…” Joan tersenyum, walaupun dalam keadaan pucat senyum tetap manis.
“lho… kenapa mesti jam 2 siang Joan…?” aku bingung atas syarat nya itu.
“Arman-Arman, pokoknya nanti jam 2 siang aja suratnya ya… janji…” Joan sekali tersenyum manis
“iya deh, di
tunggu loh jam 2 siang…” jawab ku sambil menunjukan raut muka cemberut seperti
anak kecil.
“nah begitu dong sayang…” Joan tersenyum lebar…
“Man… Joan langsung balik ya… anak-anak masih nunggu Joan di Gede…” Joan berkata sambil berdiri dan mulai berjalan ke tepi teras.
“HAH… malem-malem begini balik ke Gede… besok aja lah?” aku hampir berteriak
Joan hanya tersenyum dan berbalik lari keluar di bawah guyuran hujan yang semakin besar
“nah begitu dong sayang…” Joan tersenyum lebar…
“Man… Joan langsung balik ya… anak-anak masih nunggu Joan di Gede…” Joan berkata sambil berdiri dan mulai berjalan ke tepi teras.
“HAH… malem-malem begini balik ke Gede… besok aja lah?” aku hampir berteriak
Joan hanya tersenyum dan berbalik lari keluar di bawah guyuran hujan yang semakin besar
“Hati-hati ya
Joan…” aku hanya dapat bergumam menatap punggung Joan yang tak lama kemudian
hilang di kegelapan malam…
Aku masuk dan
mengunci pintu ku lihat jam dinding menunjukan pukul 11.30 malam.
Tiba-tiba aku
menjadi sangat mengantuk, aku memutuskan untuk masuk kamar dan menarik selimut
dan tiba-tiba teringat .. “oh iya handuk sama gelas masih di luar… ah sudah lah
besok pagi saja aku beresin…”
Dan tidak lama
kemudian aku terlelap tidur…
—
DOK.. DOK..
DOK… kamarku di gedor orang aku terbangun kaget.
“SIAPA…!!!” teriakku dari atas tempat tidur.
“Dono… ada yang nyari loe di luar…” terdengar sahutan dari luar.
“SIAPA…!!!” teriakku dari atas tempat tidur.
“Dono… ada yang nyari loe di luar…” terdengar sahutan dari luar.
Aku keluar
kamar dan kulihat Dono berdiri di depan pintu
“Noh.. ada tamu di depan…” katanya sambil menunjuk ke pintu depan.
“Noh.. ada tamu di depan…” katanya sambil menunjuk ke pintu depan.
Di depan aku
melihat Bobby dan Andy anak-anak MAPALA, mereka berdiri di teras sambil
mengobrol. Terlihat raut muka lelah… sangat kelelahan…
“Hai Bro… ada
apa nih…” tanyaku sambil mengajak duduk di kursi teras, kulihat handuk dan teh
manis yang semalam aku buat untuk Joan, rupanya Joan tidak meminum sedikitpun
dan handuknya pun masih kering.
“Man… tabah ya
Man… Joan kecelakaan…” Andi merangkul ku.
“HAH… kapan… sekarang Joan dimana?” ini pasti waktu dia malam-malam balik ke Gede pikir ku.
“HAH… kapan… sekarang Joan dimana?” ini pasti waktu dia malam-malam balik ke Gede pikir ku.
“semalem jam
delapanan… dia masih di atas” lanjut Bobby sambil tertunduk.
Aku terhenyak ke tempat duduk. Andi bersimpuh di samping kursiku
Aku terhenyak ke tempat duduk. Andi bersimpuh di samping kursiku
“nggak
mungkin… jangan becanda loe nggak lucu tau..!!!”
“semalem jam 10 an Joan mampir kesini, tuh bekas minum nya masih ada…” kataku keras merasa dipermainkan anak-anak MAPALA di depan ku.
“semalem jam 10 an Joan mampir kesini, tuh bekas minum nya masih ada…” kataku keras merasa dipermainkan anak-anak MAPALA di depan ku.
Bobby dan Andy
saling bertatapan bingung mendengar omongan ku
“tapi bener Man, jam 8 an kita nggak becanda… jasadnya masih di atas, anak-anak yang lain lagi evakuasi ke bawah…” Bobby mencoba menjelaskan…
“jasad… jadi Joan…” aku terpekik mendengar kata kata Bobby…
“iya Man, Joan nggak sempet tertolong… maaf, ini salah gue…” tutur Andi sambil menangis
“tapi bener Man, jam 8 an kita nggak becanda… jasadnya masih di atas, anak-anak yang lain lagi evakuasi ke bawah…” Bobby mencoba menjelaskan…
“jasad… jadi Joan…” aku terpekik mendengar kata kata Bobby…
“iya Man, Joan nggak sempet tertolong… maaf, ini salah gue…” tutur Andi sambil menangis
Aku sudah
tidak dapat berkata-kata, pandangan ku kosong … Joan… Joan sudah…
“jadi, waktu
itu di pos 2 Joan sudah bilang kita balik aja karena kabut mulai turun, tapi
Andi memaksa terus bahkan mengejek Joan pengecut, anak-anak yang lain mendukung
Andi dengan harapan dapat melihat sunrise di puncak gede” Bobby mencoba
menjelaskan kejadiannya.
Aku tetap
terdiam, kulihat Andi semakin menunduk menahan tangisnya
“terus Man, di
tengah perjalanan, entah kenapa, ada pohon besar di samping yang tiba-tiba
roboh hampir kena Andi tapi rupanya andi di dorong oleh Joan… tapi jadi nya
pohonnya nimpa Joan…”
Lanjut Bobby
sambil melihat Andi.
“Man gue nyesel,
gue salah… ampunin gue man…” Andi tersenguk-senguk terpekur di lantai.
Aku hanya bisa menepuk nepuk pundak Andi yang duduk terpekur menunduk di samping kursi ku… aku tetap diam…
Aku hanya bisa menepuk nepuk pundak Andi yang duduk terpekur menunduk di samping kursi ku… aku tetap diam…
“Joan…
meninggal di tempat…?” tanya ku lirih lebih mirip mendesis
“nggak Man,
kita berhasil evakuasi dia kembali ke Pos 2, kita berharap bisa langsung turun,
tapi kondisi Joan sangat parah, dia… luka dalam…”
“di pos 2 dia sempet minta amplop terus nggak tahu dia kaya ngerobek Buku Hariannya ya Ndi..?, terus dia minta untuk diserahin ke loe Man setelah itu … Joan…
makanya kita disini, buat menjalankan amanat terakhir Joan…” Bobby terus mencoba menceritakan kejadian di Gunung gede.
“di pos 2 dia sempet minta amplop terus nggak tahu dia kaya ngerobek Buku Hariannya ya Ndi..?, terus dia minta untuk diserahin ke loe Man setelah itu … Joan…
makanya kita disini, buat menjalankan amanat terakhir Joan…” Bobby terus mencoba menceritakan kejadian di Gunung gede.
“jam berapa
Joan…?”
aku melirik tajam Bobby…
“sekitar jam 10 an Man, gue ngenes banget Man… Joan tersenyum, dia seperti tidur…” terlihat bayang-bayang air mata mulai nampak di mata Bobby…
aku melirik tajam Bobby…
“sekitar jam 10 an Man, gue ngenes banget Man… Joan tersenyum, dia seperti tidur…” terlihat bayang-bayang air mata mulai nampak di mata Bobby…
Jam 10… Joan
hadir di depan ku…
“oh ya Man,
sebelum lupa… ini amplop yang Joan minta disampaiin ke loe…” Bobby menyerahkan
sebuah Amplop… AMPLOP BIRU persis seperti yang akan diserahkan Joan malam itu.
Secara reflek aku melihat jam tangan ku… pukul 2 siang…
Persis seperti permintaan Joan tepat pukul 2 siang…
Secara reflek aku melihat jam tangan ku… pukul 2 siang…
Persis seperti permintaan Joan tepat pukul 2 siang…
“Man, gue sama
Andi balik dulu ya kita balik ke Gede, bantu evakuasi Joan…” Bobby berdiri dan
mendekati Andi dan memapahnya jalan keluar.
Aku hanya
terdiam tidak menjawab, sambil memegang amplop biru pesan terakhir Joan untuk
ku…
—-
Siang itu, di
sebuah kompleks pemakaman mewah di daerah cikarang, ketika semua orang sudah
mulai kembali ke area istirahat, aku masih terpekur di depan sebuah nisan.
JUANITA
SCHMIDT
tertulis nama di nisan itu, sebuah nama yang selama 4 tahun terakhir mengisi hari-hari ku.
tertulis nama di nisan itu, sebuah nama yang selama 4 tahun terakhir mengisi hari-hari ku.
Aku mengambil
sebuah amplop biru dari kantong ku dan membacanya. Entah semenjak kejadian itu
sudah berapa kali aku membacanya.
Isi amplop itu berisi sobekan dairy Joan, yang paling terakhir dia tulis…
Isi amplop itu berisi sobekan dairy Joan, yang paling terakhir dia tulis…
“Bandung,
Hari terakhir Joan sibuk kuliah… hari ini sidang… woow, Joan akhirnya jadi sarjana Boo… bebas merdeka…
Tapi kok, ada perasaan sedih ya… oh iya… Joan mesti pisah dengan Arman…
Hmm… Arman… Joan sebenernya pengen jadi pacar kamu lho… Joan sudah jatuh hati sama kamu semenjak OSPEK dulu, tapi kok kamu nggak pernah bilang sih ke Joan…
Hari terakhir Joan sibuk kuliah… hari ini sidang… woow, Joan akhirnya jadi sarjana Boo… bebas merdeka…
Tapi kok, ada perasaan sedih ya… oh iya… Joan mesti pisah dengan Arman…
Hmm… Arman… Joan sebenernya pengen jadi pacar kamu lho… Joan sudah jatuh hati sama kamu semenjak OSPEK dulu, tapi kok kamu nggak pernah bilang sih ke Joan…
Pa mungkin
Joan nggak sempurna buat Arman ya…?
Ya udah,
pokoknya hari ini… selesai sidang… Joan mau ngomong sama Arman bahwa… Joan
Sayang ama Arman dan Joan cinta Arman…
Kwkwkw.. nggak kebayang muka nya Arman deh..
Kwkwkw.. nggak kebayang muka nya Arman deh..
—
Yah lupa… udah
janji sama anak-anak MAPALA selesai sidang mau naik Gede… bodo ah… pokoknya
Joan harus ngomong sama Arman titik.
—
Ya kok Arman
gitu ya… Joan pengen deh di larang pergi naek Gede… Joan pengen kita rayain
keberhasilan sidang kita berdua… Dinner gitu loh…
Ah ya udah, nanti turun gede Joan mau langsung culik Arman, ajak ke lembang kita Dinner di sana… sip.. deh…”
Ah ya udah, nanti turun gede Joan mau langsung culik Arman, ajak ke lembang kita Dinner di sana… sip.. deh…”
Aku terpekur
dalam membaca surat itu tak terasa air mata ku jatuh dan aku pun berbisik di
atas pusara…
“Joan… kau begitu sempurna di mata ku… aku mencintai mu…”
“Joan… kau begitu sempurna di mata ku… aku mencintai mu…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar